Di Auckland Selandia baru, tidak akan ada lagi perayaan ulang tahun dengan kue tar di sekolah Oteha Valley. Seiring dengan kebijakan baru pemerintah yang memperketat penjualan pangan tak sehat kepada anak sekolah. Harian The New Zealand, (4/4/08) memberitakan, pihak sekolah Oteha Valley sudah memberitahu para orangtua dari siswa-siswa di sana untuk tidak lagi membiarkan anak-anaknya membawa kue tar ulang tahun ke sekolah untuk dibagikan kepada teman-temannya. Kepala sekolah Oteha Valley Megan Bowden mengemukakan, banyak orangtua juga sependapat bahwa membawa kue ke kelas sangat tak sehat. Sebagai gantinya, kini makanan yang akan dijual di kantin sekolah dan bisa dipesan saat ulang tahun. (kompas, 7/408).
Sebuah kebijakan yang senasionali namun cukup berani. Di jaman yang serba instan ini, anak-anak disuguhi dengan makanan-makanan junk food, mainan robot yang serba jadi yang akan mematikan kreativitas. Sementara para orangtua lebih memilih jalan pintas untuk meredakan tangis anak2 mereka dengan memenuhi apapun permintaan sang anak. Mereka seakan lupa, kalau si anak belum paham mana yang baik dan mana yang pantas untuk mereka. Anak-anak tidak pernah tahu dan tidak mau tahu bagaimana membuat layangan, bagiamana membuat mobil2an. Yang mereka tahu, di mall ada banyak mainan yang lucu dan menggemaskan, namun sangat membosankan.
Orangtua, kata Kak Seto, lebih dini harus mengenalkan pada anak untuk tidak mengiayakan semua apa yang diinginkannya. Dunia ini bukan abracadabra, yang semua bisa terpenuhi dengan keberadaan orangtua mereka. Pun tidak semua yang mereka dengar dan lihat adalah benar-benar cocok dan bermanfaat untuk mereka. Tidak memenuhih permintaan anak, bukan berarti membatasi keinginan anak. Keinginan sang anak harus diarahkan agar tidak menjerumuskan mereka menjadi personal yang konsumtif. Begitu juga ketika si anak jatuh atau terbentur meja, orangtua terkadang refleks mencontohkan perilaku membalas dengan memukul balik meja atau menendang batu tempat si anak tersandung. Dengan tidak sadar, orangtua itu membentuk karakter cengeng dan egois.
Pihak sekolah Oteha Valley, berkomitmen menyelamatkan generasi muda dari jajanan tidak sehat, sebuah tindakan yang setidaknya membuka perspektif baru: untuk mengapresiasi kesenangan anak, tidak melulu harus dengan yang mewah dan mahal. Paket makanan Ultah untuk anak tidak semestinya melulu dengan kue tar dan semacamnya. Anak-anak seharusnya juga mengenal makanan khas yang dekat dengan lingkungan mereka. Dengan demikian, moment Ultah tidak lagi dikesankan semata sebagai sebuah perayaan dan pesta, melainkan, moment Ultah dapat dijadikan sebagai wahana apresiatif bagi anak untuk mengenal lebih jauh lingkungan mereka. Biarkanlah anak itu tumbuh bersama lingkungannya dan orangtua memposisikan diri sebagai teman, sahabat, sekaligus menjadi guru.
Kahlil Gibran telah mengingatkan para orangtua untuk tidak menganggap anak sebagai barang atau benda atau kekayaan yang dengannya kita bisa bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya. Anak memiliki kehidupannya sendiri yang orangtua sekalipun tidak mungkin bisa mengintervensinya. Masa-masa kita dengan anak hanyalah sebagian dari sekian puzzle yang akan membawa si anak itu kelak menjemput jiwa dan kehidupannya. Anak itu kelak memiliki hidupnya sendiri yang sedikit atau banyak akan melanjutkan tradisi dan sejarah keluarganya, sejarah kedua orangtuanya.
Selasa, 04 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar