Kamis, 30 Juli 2009

Demokrasi : antara rakyat dan negara donatur

Pemilihan Presiden telah usai, meskipun para tim sukses dari kedua Calon yang kalah masih melakukan proses hukum terkait dengan temuan pelanggaran. Yang pasti, jika tidak ada aral dan kejadian luar biasa, Indonesia masih tetap akan dipimpin oleh presiden SBY dan hanya diganti wakilnya oleh Budiono. Apakah ini adalah kemenangan (mayoritas) rakyat? Bisa iya bisa tidak. Sebab, beberapa data mengenai mereka yang tidak ikut berpartisipasi dalam Pilpres justru lebih besar dari angka pemilih mereka yang memilih calon nomor 2. Di sisi lain, dalam iklim demokrasi yang kita jalankan saat ini, keterlibatan orang luar sebagai donatur belum bisa dilepaskan. Pihak Bawaslu saat ini sedang menyusun laporan dengan dugaan keterlibatan pihak asing dalam mengkucurkan dana kampanye untuk calon nomor 2. Dana tersebut ditemukan mengalir melalui bank BTPN, yang notabene adalah bank pemerintah.
Jika terbukti itu benar, maka anggapan bahwa demokrasi kita masih berada di bawah bayang-bayang kekuatan asing bisa saja benar. Kita mengklaim bahwa demokrasi kita telah dijalankan dengan begitu baik. Namu, di luar sana, menyiapkan seperangkat peralatan untuk menjebak negara ini kembali kekubangan imprealisme baru (neoliberalisme).
sebuah ironi yang miris, sebab, kekuatan demokrasi yang mengatasnamakan rakyat kini terancam disetir oleh 'orang luar'. Sehingga, kemenangan rakyat bisa jadi terampas oleh kepentingan donatur yang memburu investasi dominasi. Hal ini sebetulnya telah diutarakan oleh Rita Abramasen, bahwa “pemerintah yang terpilih secara demokratis memiliki dua konsituen yang tak terdamaikan: mayoritas domestik dan lembaga donor atau kreditor luar negeri. Meski sangat tergantung pada keduanya, secara berturut-turut demi kepentingan terpilih kembali pada pemilu berikutnya dan kelangsungan sumber finansial, namun pemerintahan tersebut mengetahui bahwa upaya untuk memuaskan keduanya secara bersamaan adalah hal yang mustahil”. (Abrahamsen, 2004:185)
Jika demikian, mimpi demokrasi untuk rakyat. Kita hanya akan menikmati peluh keluh proses pemilihan, namun setelah itu, rakyat akan kembali menghadapi keadaan bahwa negara ini belum sepenuhnya bisa melepaskan diri dari kekuatan asing.