Kota Makassar terbentuk akhir abad ke-17 di sekitar Benteng Rotterdam. Sebagai kota kolonial, Makassar dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat, seperti Melayu, Cina, Bugis, Jawa, dan tentu saja kelompok masyarakat Makassar dari Gowa dan sekitarnya. Pada tahun 1930, terdapat hampir 3500 penduduk Eropa, lebih dari 15.000 orang Cina, lebih dari 65 ribu penduduk bumi putera dari berbagai daerah di Hindia.
Pada decade awal abad ke-20 Kota Makassar telah berkembang menjadi kota cosmopolitan yang memiliki jaringan komunikasi dan transportasi yang menghubungkannya dengan segala penjuru dunia. Di Pasarstraat (sekarang jl. Nusantara) setidaknya ada tiga toko pakaian besar yang masing-masing menunjukkan identitas kelompok masyarakatnya. Nama-nama “Hotchand Kemchand”, “Bombay Moerah”, dan “Liberty” yang secara eksplisit mengindikasikan asal negara pemiliknya, yakni India.
Sementara di Tempelstraat (Jl. Sulawesi) ada sebuah toko besar dengan nama dari bahasa Prancis “Au Bon Marche” dan “Femina.” Sedangkan di sekitar Goaweg (Mattoanging), terdapat toko yang memperdagangkan hasil-hasil peternakan yakni “Frisia.” Juga terdapat perusahaan taksi yang siap mengantar ke seluruh penjuru kota. Namun tidak sedikit penduduk yang telah tampil mentereng dengan sedan Italia Fiat, atau sedan Amerika Dodge, termasuk yang paling mewah Dodge Six De Luxe dengan 7 tempat duduk. Semuanya dapat dipesan langsung melalui layanan telepon. Kesan kosmopolit semakin diperkuat dengan hadirnya 9 konsultan yang mewakili Negara Denmark, Swedia, Norwegia, Inggris, Prancis, Jerman, Belgia, Portugal, dan Cina.
Terdapat kesan adanya keterputusan histories antara daerah yang kela menjadi kota Makassar yakni bekas benteng Somba Opu yang pernah menjadi pusat perdagangan di bawah control penguasa Gowa. Dengan demikian, pertumbuhan kota selalu beriringan dengan proses bertumbuhnya sumber-sumber kekuasaan. Kota berkembang sekaligus menjadi symbol-simbol kekuasaan.
Brenda Yeoh mengatakan bahwa kota colonial adalah satu entitas terpisah yang memiliki 3 karakteristik yang spesifik: pertama, adanya masyarakat yang sangat beragam (plural); kedua, dalam fluralitasnya, kota mengandung hirarki masyarakat dengan kelompok ras tertentu sebagai elite, yang lain berada di tengah, dan komunitas terbesar adalah pribumi; ketiga, posisi penguasa yang berada di puncak hirarki secara tersu menerus berada di tangan raqs colonial kulit putih. (Yeoh 1996)....
Minggu, 25 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar